Pertanyaan:
Apa pengertian bid'ah dan apa
kriterianya? Adakah bid'ah hasanah? Lalu apa makna sabda Nabiصلی الله عليه وسلم,
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
"Barangsiapa
yang menempuh kebiasaan yang baik di dalam Islam..." [1]
Jawaban:
Pengertian bid'ah secara syar'i intinya
adalah beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari'atkan Allah.
Bisa juga anda mengatakan bahwa bid'ah adalah beribadah kepada Allah dengan
sesuatu yang tidak ditunjukkan oleh Nabi صلی الله
عليه وسلم dan tidak pula oleh
para Khulafaur Rasyidin. Definisi pertama disimpulkan dari firman Allah سبحانه و تعالى,
"Apakah mereka mempunyai
sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari'atkan untuk mereka agama yang
tidak diizinkan Allah."(Asy-Syura: 21).
Sedangkan definisi kedua disimpulkan dari
sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوْا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَاْلأُمُوْرَ الْمُحْدَثَاتِ
"Hendaklah kalian berpegang teguh dengan
sunnahku dan sunnah Khulafa'ur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah
sunnah-sunnah itu dengan geraham, dan hendaklah kalian menjauhi perkara-perkara
baru yang diada-adakan."[2]
Jadi, setiap yang beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari'atkan Allah atau dengan sesuatu yang tidak ditunjukkan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم dan Khulafa'ur Rasyidin, berarti ia pela-ku bid'ah, baik ibadah itu berkaitan dengan Asma' Allah dan sifat-sifatNya ataupun yang berhubungan dengan hukum-hukum dan syari'at-syari'atNya. Adapun perkara-perkara biasa yang mengi-kuti kebiasaan dan tradisi, maka tidak disebut bid'ah dalam segi agama walaupun disebut bid'ah secara bahasa. Jadi yang demiki-an ini bukan bid'ah dalam agama dan tidak termasuk hal yang diperingatkan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم. Di dalam agama tidak ada yang disebut bid'ah hasanah. Adapun sunnah hasanah adalah perbuatan yang sesuai dengan syari'at, dan hal ini mencakup; seseorang yang memulai melakukan sunnah atau memulai melakukan suatu amal yang diperintahkan atau kembali melakukannya setelah meninggalkannya atau melakukan sesuatu yang memang disunnahkan sebagai perantara pelaksanaan ibadah yang diperintah-kan. Yang demikian ini ada tiga kategori:
Jadi, setiap yang beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari'atkan Allah atau dengan sesuatu yang tidak ditunjukkan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم dan Khulafa'ur Rasyidin, berarti ia pela-ku bid'ah, baik ibadah itu berkaitan dengan Asma' Allah dan sifat-sifatNya ataupun yang berhubungan dengan hukum-hukum dan syari'at-syari'atNya. Adapun perkara-perkara biasa yang mengi-kuti kebiasaan dan tradisi, maka tidak disebut bid'ah dalam segi agama walaupun disebut bid'ah secara bahasa. Jadi yang demiki-an ini bukan bid'ah dalam agama dan tidak termasuk hal yang diperingatkan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم. Di dalam agama tidak ada yang disebut bid'ah hasanah. Adapun sunnah hasanah adalah perbuatan yang sesuai dengan syari'at, dan hal ini mencakup; seseorang yang memulai melakukan sunnah atau memulai melakukan suatu amal yang diperintahkan atau kembali melakukannya setelah meninggalkannya atau melakukan sesuatu yang memang disunnahkan sebagai perantara pelaksanaan ibadah yang diperintah-kan. Yang demikian ini ada tiga kategori:
Pertama: Artinya adalah sunnah
secara mutlak, yakni yang memulai suatu amal yang diperintahkan. Inilah sebab
munculnya hadits tersebut, di mana Nabi صلی
الله عليه وسلم menganjurkan untuk bersedekah kepada orang-orang
yang datang kepada beliau, karena mereka saat itu sedang dalam kondisi sangat
kesulitan, lalu beliau menganjurkan untuk bersedekah. Kemudian datang seorang
laki-laki Anshar dengan membawa sekantong perak yang cukup berat di
tangannya, lalu ia meletakkannya di kediaman Nabi صلی الله عليه وسلم, kemudian Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda,
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ
أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا
"Barangsiapa yang melakukan sunnah
yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang-orang yang
melakukannya."[3]
Laki-laki tersebut adalah yang melakukan sunnah karena memulai melakukan amal tersebut, bukan berarti memulai membuat amalan baru.
Laki-laki tersebut adalah yang melakukan sunnah karena memulai melakukan amal tersebut, bukan berarti memulai membuat amalan baru.
Kedua: Sunnah yang ditinggalkan kemudian seseorang
melakukannya dan menghidupkannya. Yang demikian ini disebut melakukan sunnah
yang artinya menghidupkannya, tapi bukan berarti membuat amalan baru yang
berasal dari dirinya sendiri.
Ketiga: Melakukan sesuatu sebagai perantara pelaksanaan
perintah yang disyari'atkan, seperti membangun sekolah, mence-tak buku agama
dan sebagainya. Yang demikian ini bukan berarti beribadah dengan amalan
tersebut, akan tetapi amalan tersebut sebagai perantara untuk melaksanakan
perintah yang terkait.
Semua itu termasuk dalam cakupan sabda
Nabi صلی الله عليه وسلم,
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ
أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا
"Barangsiapa yang melakukan sunnah
yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang-orang yang
melakukannya."[4]
Tentang masalah ini telah dibahas secara luas di kesempatan lain.
Tentang masalah ini telah dibahas secara luas di kesempatan lain.
Sumber:
Al-Majmu' Ats-Tsamin, juz 1, hal. 29-30,
syaikh Ibnu Utsaimin.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini
Jilid 2, penerbit Darul Haq.
[1] HR. Muslim dalam Az-Zakah (1017), dan dalam Al-'Ilm
(1017).
[2] HR. Abu Dawud dalam As-Sunnah (4607). Ibnu Majah dalam Al-Muqaddimah (42).
[3] HR. Muslim dalam Az-Zakah (1017).
[4] HR. Muslim dalam Az-Zakah dan Al-'Ilm (1017).
[2] HR. Abu Dawud dalam As-Sunnah (4607). Ibnu Majah dalam Al-Muqaddimah (42).
[3] HR. Muslim dalam Az-Zakah (1017).
[4] HR. Muslim dalam Az-Zakah dan Al-'Ilm (1017).
